Makalah Reformasi Pola Pikir Masyarakat Menuju Pembungunan yang Berkeadilan



Reformasi Pola Pikir Masyarakat Menuju Pembungunan yang Berkeadilan
Oleh
Ramadhan
NPM. 1402120205

ABSTRAK
Kesabaran dan ketekunan untuk melakukan perubahan secara inkremental untuk mengurangi (jika tidak dapat menghindari) biaya sosial, politik, dan ekonomi yang tinggi masih sangat dibutuhkan. Dalam kaitan dengan ini, pembicaraan mengenai isu reformasi administrasi publik menjadi relevan. Dalam kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung-jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Melalui partisipasi yang diberikan masyarakat, disadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan pemerintah, namun juga menuntut keterlibatan masyarakat yang ingin memperbaiki mutu hidupnya. Kemajuan pola pikir masyarakat dan pertumbuhan proses demokrasi sebagai sistem politik dan kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dianut oleh kebanyakan negara bangsa saat ini, telah mendorong pada terjadinya   formulasi kekuasaan yang semula cenderung otoriter dan mengenyampingkan kepentingan rakyat, secara perlahan membuat kedaulatan rakyat mulai membalikkan fakta hegemoni kekuasaan pemerintah kepada kekuasaan rakyat, pemerintah yang hendak nyaman dengan kekuasaannya terpaksa atau tidak harus memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat dengan program dan kinerja  yang transparan, profesional, dan akuntabel.
Kata Kunci : Reformasi Pola Pikir Masyarakat Menuju Pembangunan yang Berkeadilan.



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kemajuan pola pikir masyarakat dan pertumbuhan proses demokrasi sebagai sistem politik dan kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dianut oleh kebanyakan negara bangsa saat ini, telah mendorong pada terjadinya   formulasi kekuasaan yang semula cenderung otoriter dan mengenyampingkan kepentingan rakyat, secara perlahan membuat kedaulatan rakyat mulai membalikkan fakta hegemoni kekuasaan pemerintah kepada kekuasaan rakyat, pemerintah yang hendak nyaman dengan kekuasaannya terpaksa atau tidak harus memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat dengan program dan kinerja  yang transparan, profesional, dan akuntabel.
Dalam kaitan itu reformasi bangsa Indonesia yang diusung kalangan mahasiswa,  telah  mewarnai  pendayagunaan  aparatur  negara  dengan  tuntutan untuk   mewujudkan   administrasi   pemerintahan   yang   mampu   mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktikkan prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dan kebutuhan dasar yang diharapkan masyarakat (Sedarmayanti, 2003: 2).
Tuntutan tersebut setidaknya didasari oleh adanya fenomena menurunnya kualitas moral bangsa yang diindikasikan oleh membudayanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), lemahnya penegakan hukum, lemahnya komitmen dan kinerja aparatur pemerintahan dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik, menyebabkan bangsa Indonesia mengalami  krisis multidimensi sejak 1997 yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian secara tuntas (Megawangi, 2004: 3). Dalam kaitan ini Mardiasmo (2004: 1) menjelaskan bahwa
Krisis   ekonomi   dan   kepercayaan   yang   melanda   bangsa   Indonesia memberikan   dampak   positif   dan   negatif   bagi   upaya   peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Di satu sisi, krisis tersebut telah membawa dampak yang luar biasa  pada tingkat kemiskinan, namun di sisi yang  lain,  krisis  tersebut  dapat  juga  memberi  berkah  tersembunyi(blessing in disguised) bagi upaya peningkatan tarap hidup seluruh rakyat Indonesia di masa yang akan datang. Mengapa? Karena krisis yang dialami tersebut, telah mendorong terjadinya reformasi total bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Tema sentral reformasi adalah mewujudkan masyarakat madani, terciptanya good governance, dan mengembangkan model pembangunan yang berkeadilan. Di samping itu, reformasi juga telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas  sistem  politik  dan  kelembagaan  sosial,  sehingga  mempermudah proses pembangunan dan modernisasi lingkungan legal dan regulasi untuk pembaruan paradigma di berbagai bidang kehidupan (Mardiasmo, 2004).
Isu good governance dan demokrasi memasuki arena perdebatan pembangunan di Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang menuntut perubahan-perubahan di sisi pemerintah maupun di sisi warga. Ke depan pemerintah dan pemimpin politik diharapkan menjadi lebih demokratis, efisien dalam penggunaan sumber daya publik, efektif menjalankan   fungsi pelayanan publik, lebih tanggap serta mampu menyusun  kebijakan, program dan  hukum yang dapat menjamin hak asasi dan keadilan sosial. Sejalan dengan harapan itu, warga juga diharapkan untuk menjadi warga yang memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya, lebih terinformasi, memiliki solidaritas terhadap sesama, bersedia berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan urusan publik, memiliki kemampuan  untuk  berurusan  dengan  pemerintah  dan  institusi  publik  lainnya, tidak apatis, serta tidak mementingkan diri sendiri. Governance (kepemerintahan) merupakan suatu mekanisme atau tata cara penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah bersama warga masyarakat dalam mengatur sumber daya publik dan memecahkan masalah-masalah publik yang dihadapi. Ini berarti kerja sama dan sinergi antara pemerintah sektor swasta dan masyarakat (civil society) dalam pengelolaan sumber daya publik perlu mendapat perhatian dan menjadi tanggung jawab bersama, karena itu pemerintah harus bisa mendorong   dan   memfasilitasi   terciptanya   lingkungan   yang   kondusif   bagi terbangunnya  partisipasi  aktif  warga  masyarakat  dalam  proses  pembangunan (Sumarto, 2009: 1).
Jadi pemerintah dalam hal ini lebih sebagai fasilitator yang mendorong dan mengarahkan masyarakat (civil society) dan sektor swasta untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, mulai dari perumusan visi, perencanaan, serta pelaksanaannya, seperti dalam hal bagaimana masyarakat ikut memikirkan dan

B.     Permasalahan
Identifikasi masalah di sini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam memetakan  permasalahan dan  mensintesis  pengetahuan  yang dapat  membantu peneliti dalam   membahas dan memecahkan masalah, baik berupa pelurusan konsep, saran tindakan    yang harus ditempuh,  atau pelurusan nilai-nilai  yang diyakini masyarakat.
Menurut Alwasilah (2008: 80) ada tiga faktor yang memunculkan suatu persoalan yaitu, konsep, data empirik dan pengalaman. Dari persoalan konsep muncul conceptual problem, dari persoalan data empiris lapangan muncul action problem, dari persoalan pengalaman muncul value problem.
Masalah yang dimaksud dalam disertasi ini adalah kesenjangan antara apa yang  nyatanya  ada,  yakni  pelaksanaan  dan  praksis  penguatan kepemerintahan daerah yang baik    dengan kerangka konseptual good governance dan pembudayaan nilai-nilai demokrasi dalam konteks kinerja aparatur pemerintah daerah dan peran civil society yang seyogianya berlangsung. Dari berbagai fenomena yang ada dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dianggap esensial dan menarik untuk diteliti, sebagai berikut;
1.      Fenomena    kesenjangan    sosial    ekonomi,    lambannya    pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, lemahnya tingkat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat   masih   menjadi   bagian   kursial   yang   dihadapi   dalam pelaksanaan kepemerintahan daerah.
2.      Fenomena kerja sama, kordinasi, dan sinergitas dalam pengelolaan sumber daya daerah yang masih menunjukkan kesenjangan antara otoritas pemerintah daerah di satu sisi dengan peran civil society di sisi yang lain.
3.      Fenomena kinerja aparatur birokrasi dan peran civil society yang terkesan lebih formalistis dan prosedural ketimbang substansi.
Reformasi mencakup berbagai aspek kehidupan kenegaraan secara total dan fundamental. Hakikat reformasi merupakan upaya bangsa yang perlu dilakukan tanpa henti untuk selalu mencari dan menemukan format baru di berbagai bidang kehidupan dalam rangka menyempurnakan kualitasnya. Secara fundamental reformasi merupakan pola pikir utama, untuk mengubah pola pikir yang keliru, yang perlu direvisi menuju ke tata pikir yang lebih mendasar sesuai dengan cita-cita dan kepentingan masyarakat dan bangsa.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Reformasi
1.      Pengertian Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan baru yang secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan prubahan terutama perbaikan dalam bldang politik, sosial, ekonomi, hukum, dan pendidikan.
2.      Tujuan Reformasi
Melihat situasi politik dan kondisi ekonomi yang semakin tidak terkendali, rakyat Indonesia menjadi semakin kritis, bahwa Indonesia di bawah pemerintahan Orde Baru tidak berhasil menciptakan negara yang makmur, adil, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Atas kesadaran itu, rakyat secara bersama-sama dengan dipelopori oleh mahasiswa dan para cendekiawan mengadakan suatu gerakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi.
Tujuan gerakan reformasi secara umum adalah memperbarui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Secara khusus, tujuan gerakan reformasi, antara lain:
a.       Reformasi politik bertujuan tercapainya demokratisasi.
b.      Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
c.       Reformasi hukum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
d.      Reformasi sosial bertujuan terwujudkan integrasi bangsa Indonesia.
3.      Faktor Pendorong Reformas
Faktor pendorong terjadinya reformasi di Indonesia terutama terletak pada bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
a.       Faktor Politik
Faktor dalam bidang politik yang mendorong munculnya reformasi di Indonesia antara lain:
·         Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan. Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
·         Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.
·         Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
·         Mahasiswa menginginkan perubahan.
b.      Faktor ekonomi
Faktor dalam bidang ekonomi yang mendorong munculnya reformasi di Indonesia antara lain:
·         Adanya krisis mata uang rupiah.
·         Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
·         Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
c.       Faktor Hukum
Faktor dalam bidang hukum yang mendorong munculnya reformasi di Indonesia adalah belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara.
d.      Faktor Sosial
Faktor dalam bidang sosial yang mendorong munculnya reformasi di Indonesia adalah adanya kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang melumpuhkan perekonomian rakyat.
4.      Agenda Reformasi
Pada dasarnya agenda reformasi yang dituntut oleh mahasiswa meliputi reformasl politik, ekonomi, dan hukum.
a.       Agenda Reformasi Politik
Inti agenda reformasi politik adalah demokratisasi, mengembalikan dan melaksanakan kedaulatan rakyat. Agenda reformasi politik yang dituntut mahasiswa antara lain:
1)      Penghapusan lima paket undang-undang politik yang menimbulkan ketidakadilan, antara lain:
a)      UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
b)      UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
c)      UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partal Politik dan Golongan Karya.
d)     UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
e)      UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
2)      Reformasi di bidang ideologi negara dan konstitusi.
3)      Pemberdayaan DPR, MPR, DPRD maksudnya agar lembaga perwakilan rakyat benar-benar melaksanakan fungsi perwakilannya sebagai aspek kedaulatan rakyat dengan langkah sebagai berikut:
a)      Anggota DPR harus benar-benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.
b)      Perlu diadakan perubahan tata tertib DPR yang menghambat kinerja DPR.
c)      Memperdayakan MPR.
d)     Perlu pemisahan jabatan ketua MPR dengan DPR.
4)      Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet meliputi hal-hal berikut:
a)      Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusan presiden dan instruksi presiden.
b)      Membatasi penggUnaan hak prerogatif.
c)      Menyusun kode etik kepresidenan.
5)      Pembaharuan kehidupan politik yaitu memperdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat dengan mengembangkan sistem multipartai yang demokratis tanpa intervensi pemerintah.
6)      Penyelenggaraan pemilu yang luber, jujur, dan adil
7)      Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang_netral dan profesional yang tidak memihak.
8)      Militer dan dwifungsi ABRI mengarah kepada mengurangi peran sosial politik secara bertahap sampai akhirnya hilang sama sekali, sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi hankam.
9)      Sistem pemerintah daerah dengan sasaran memperdayakan otonomi daerah dengan asas desentralisasi.
10)  Terjaminnya kebebasan berbicara serta mengeluarkan pendapat bagi rakyat termasuk kebebasan pers.
b.      Agenda Reformasi Ekonomi
Ketidakadilan dalam bidang ekonomi menyebabkan tuntutan adanya reformasi ekonomi. Agenda reformasi ekonomi, antara lain:
1)      Penyehatan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan, dan koperasi serta pinjaman luar negeri untuk perbaikan ekonomi.
2)      Penghapusan monopoli dan oligopoli dalam kegiatan ekonomi
3)      Mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi utang luar negeri.
4)      Penurunan harga-harga terutama harga sembilan pokok (sembako)
5)      Menciptakan stabilitas nilai tukar rupiah untuk mencegah terjadinya krisis moneter.
c.       Agenda Reformasi Hukum
Adanya ketidakadilan dalam peradilan menimbulkan tuntutan reformasi hukum. Agenda reformasi hukum, antara lain:
1)      Terciptanya keadilan hukum atas dasar hak asasi manusia (HAM).
2)      Dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntutan reformasi.
3)      Penegakan subpremasi hukum karena semua warga negara berkedudukan sama di dalam hukum dan pemerintahan. 

B.       Permasalahan
1.      Permasalahan Dalam Pemerintahan Menuju Pembangunan Yang Berkeadilan
Governance (kepemerintahan) merupakan suatu mekanisme atau tata cara penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah bersama warga masyarakat dalam mengatur sumber daya publik dan memecahkan masalah-masalah publik yang dihadapi. Ini berarti kerja sama dan sinergi antara pemerintah sektor swasta dan masyarakat (civil society) dalam pengelolaan sumber daya publik perlu mendapat perhatian dan menjadi tanggung jawab bersama, karena itu pemerintah harus bisa mendorong   dan   memfasilitasi   terciptanya   lingkungan   yang   kondusif   bagi terbangunnya  partisipasi  aktif  warga  masyarakat  dalam  proses  pembangunan (Sumarto, 2009: 1).
Jadi pemerintah dalam hal ini lebih sebagai fasilitator yang mendorong dan mengarahkan masyarakat (civil society) dan sektor swasta untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, mulai dari perumusan visi, perencanaan, serta pelaksanaannya, seperti dalam hal bagaimana masyarakat ikut memikirkan dan berpartisipasi aktif merumuskan sistem pendidikan, pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat, penataan ruang, tatakelola lingkungan, penciptaan kedamaian dan penegakan hukum di laksanakan secara partisipatif, terbaik dan bertanggung jawab oleh pemerintah dan masyarakat. Dengan begitu masyarakat akan ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Karena itu Governance menuntut redefinisi peran negara (pemerintah), sekaligus juga redefinisi pada peran warga (civil society). Jadi ada tuntutan besar pada warga, antara lain untuk ikut berperanserta dalam pembangunan dan memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri (Sumarto, 2009:1).
Bersamaan dengan kompetisi dunia menumbuhkan kembali semangat demokratisasi, pengalaman sejarah mengajak bangsa Indonesia mencoba menggunakan   Demokrasi   Terbuka   sejak   tahun   1998   yang   merupakan momentum baru dalam sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia dengan dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945), dan ditetapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Atas dasar UU tersebut maka daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan   mengurus   sendiri   urusan   daerahnya   sesuai   asas   otonomi   dan   tugas pembantuan dalam konteks negara Kesatuan Republik Indonesia, agar daerah bisa lebih memacu diri dalam proses percepatan perwujudan kesejahteraan masyarakat, penciptaan daya saing daerah dan pertumbuhan proses demokratisasi.
Dalam suasana otonomi daerah proses demokratisasi ternyata masih juga diwarnai  perilaku  masyarakat  yang  cenderung  pada  fragmentasi  kepentingan politik yang bersifat sesaat, demikian halnya penyelenggaraan kepemerintahan daerah masih sering diperhadapkan dengan mental dan perilaku aparatur yang kurang baik seperti KKN, kurang responsif dan transparan, kurang kerja sama dengan civil society,

2.      Pola Pikir Masyarakat Menuju Pembangunan Yang Berkeadilan
Salah satu upaya yang dapat ditempuh bagi perbaikan dan penguatan tatanan kehidupan bangsa yang baik dan demokratis, adalah melalui pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan menempati posisi yang amat penting dan strategis karena PKn merupakan suatu program pendindikan yang dirancang untuk mengemban misi membentuk kepribadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar dalam nation and caracter building,” dengan tujuan terwujudnya partisipasi penuh nalar dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik warga negara yang taat pada nilai-nilai dan prinsip demokrasi konstitusional Indonesia (Winataputra & Budimansyah, 2007: 1). Misi dan tujuan tersebut seterusnya dikembangkan bersama secara kolaboratif oleh sekolah, orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam domain kurikuler, akademik, dan sosial kultural yang diorganisasi secara lintas bidang keilmuan di mana isi dan prosesnya dikaitkan dengan kehidupan nyata, yang difasilitasi melalui proses pembelajaran yang bersifat demokratis dan partisipatif.
Jadi pihak sekolah, orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam hal ini tidak dapat diletakan dalam dua kutub yang terpisah dengan siswa dan mahasiswa sebagai generasi muda di sisi yang lain, tetapi harus diletakan dalam kedudukan yang sama sebagai warga negara yang saling mengisi dan menguatkan dalam memanifestasi karakter-karakter positif kewarganegaraan. Secara spesifik domain kurikuler dan akademik PKn lebih banyak diperankan oleh pihak sekolah/dunia kampus  dan  tentunya  dengan  selalu  mempertimbangkan  dinamika  kehidupan sosial yang berkembang, intinya di sini adalah transfer pengetahuan dan nilai untuk membentuk kompetensi warga negara, sementara domain sosial kultural PKn lebih banyak menemukan ruang gerak untuk tumbuh dan berkembang pada peran orang tua, masyarakat dan terlebih pemerintah, intinya adalah lebih pada value aktion, tindakan dan keterampilan untuk mengekspresikan dan mewujudkan nilai-nilai atau akhlak kewarganegaraan (civic virtu), rasa tanggung jawab warga negara (civic responsibility), pola-pola hubungan kerja sama warga negara (civic disposition)   dalam   berbagai   dimensi   kehidupan   masyarakat   dan   dalam penatakelolaan pemerintahan.
Dalam  konteks  ini  maka pendidikan  kewarganegraan  akan  berkontribusi positif bagi pembentukan civic governance, di mana perannya saat ini semakin terasa diperlukan bersamaan dengan adanya kompleksitas problem kehidupan bangsa   yang   menyertai   perubahan   sistem   pemerintahan   sentralistik   ke desentralistik   yang   menghendaki   diwujudkannya   tatakelola   kepemerintahan daerah  yang  baik  dan  demokratis  dengan  tingkat  partisipasi  masyarakat  yang tinggi  penuh  nalar dan  bertanggung jawab,  namun  pada tataran  implementasi fenomenanya memberikan isyarat bahwa kinerja aparatur dan peran civil society dalam penyelenggaraan kepemerintahan daerah belum memberikan harapan yang menggembirakan.
Sistem pemerintahan yang demokratis pada esensinya adalah suatu sistem kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan dilakukan untuk kepentingan rakyat. Dengan demikian sumber otoritas dan kewenangan mengatur pemerintahan berasal dari rakyat, jadi rakyatlah yang menjadi sentrumnya, dan solusi terbaiknya  adalah  desentralisasi.  Desentralisasi  yang memberikan  peran otonomi yang lebih luas kepada pemerintah daerah merupakan penekanan perubahan paradigma dalam tata kepemerintahan daerah yang baik (good governance).
Kondisi  tersebut  memberikan  peluang  sekaligus  tantangan  yang menekankan perlu adanya kemampuan suatu daerah dalam menetapkan strategi tepat mengelola sumber daya daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.  Daerah  harus  mampu  mengeksplorasi  dan  mengetahui  potensi yang perlu dikembangkan bagi kepentingan daerah. Menurut Muhaimin Iskandar (Menakertrans) dalam (Harian Merdeka, 3-12-2012)
Setiap daerah dituntut menciptakan iklim usaha yang kondunif yang dapat menciptakan ide-ide baru, perbaikan-perbaikan yang dapat mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru, lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan. Saat ini, ada lima belas hambatan menciptakan iklim ekonomi yang kondunsif   di   Indonesia.   Antara   lain;   birokrasi   yang   tidak   efisien, keterbatasan infrastruktur, ketidakstabilan kebijakan, korupsi, dan akses ke sumber dana. Selain itu beberapa kelemahan yang ada dalam meningkatkan daya saing daerah juga dapat disebabkan belum adanya profesionalisme, keterbatasan kemampuan SDM dalam menetapkan strategi bersaing, lemahnya koordinasi, sinergi dan kerja sama di antara pemerintah, sektor swasta, lembaga nonpemerintah, di tingkat provinsi, dan kabupaten/kota, infrastruktur yang tidak mendukung potensi daerah, minimnya kerja sama antara daerah serta arah dan kebijakan pembangunan yang cenderung ego daerah.
Karena itu upaya yang dilakukan pemerintah daerah harus lebih konkrit dan terukur, dan ukuran keberhasilannya Menurut Muhaimin adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi serta kualitas hidup masyarakat dan dinamisasi kehidupan sosial dari waktu-ke waktu.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Terakhir bahwa syarat yang juga penting adalah struktur dan kultur birokrasi di Indonesia harus mau berubah dan berinovasi. Kesabaran dan ketekunan untuk melakukan perubahan secara inkremental untuk mengurangi (jika tidak dapat menghindari) biaya sosial, politik, dan ekonomi yang tinggi masih sangat dibutuhkan. Dalam kaitan dengan ini, pembicaraan mengenai isu reformasi administrasi publik menjadi relevan.
Dalam kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung-jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Melalui partisipasi yang diberikan masyarakat, disadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan pemerintah, namun juga menuntut keterlibatan masyarakat yang ingin memperbaiki mutu hidupnya.
Secara umum yang sering menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dikarenakan masyarakat hanya diminta untuk berpartisipasi dalam memberikaninput, tanpa mengetahui dengan jelas tentang manfaat yang akan diperoleh dan dirasakan baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Selain itu, masyarakat tidak atau kurang informasi yang jelas tentang kesempatan yang disediakan untuk berpartisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan. Dengan demikian, pemberian kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, harus dilandasi pemahaman bahwa masyarakat layak diberi kesempatan, karena memiliki kemampuan yang diperlukan, dan masyarakat mempunyai hak untuk berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun guna perbaikan mutu/kualitas kehidupannya.

B.     Saran
Hal yang diperlukan adalah revitalisasi dan reposisi fungsi-fungsi institusional yang disesuaikan dengan konteks demokrasi yang dikehendaki. Mekanisme perencanaan bottom-up atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada masyarakat sipil untuk berperan aktif dalam kegiatan pembangunan dan proses reformasi administasi itu sendiri, dapat terus dijalankan bukan sekedar basa-basi atau mencari legitimasi.

Daftar Pustaka
Kaloh J. 2003. Kepala Daerah: Pola Kegiatan dan Kekuasaan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Santosa. Pandji. 2009. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Aditama.
http://diklat2.jatengprov.go.id/partisipasi-masyarakat-dalam-pembangunan-ir-enny-karnawati-msi

0 Response to "Makalah Reformasi Pola Pikir Masyarakat Menuju Pembungunan yang Berkeadilan"

Post a Comment