BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Air sangat erat
hubungannya bagi kehidupan manusia. Disamping sebagai bagian dari tubuh
manusia, air diperlukan untuk menunjang kebutuhan maupun kegiatan kehidupan
manusia sehari-hari. Sebesar 50-70% bagian berat badan tubuh manusia terdiri
dari air. Pentingnya air bagi tubuh manusia terlihat 80% darah terdiri dari
air, 25% dari tulang, 75% dari urat syaraf, 80% dari ginjal, 70% dari hati.
Kehilangan air 15% dari berat badan manusia akan menyebabkan kematian. Orang
dewasa perlu minum 1,5 sampai 2 liter air per hari.
Air merupakan
kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia dalam hidupnya selalu memerlukan
air untuk berbagai keperluan seperti mandi, mencuci, memasak, buang air besar,
dan berbagai aktivitas hidup lainnya. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat
dibawa oleh air kepada manusia pada saat manusia memanfaatkannya, maka tujuan
utama penyediaan air bersih bagi masyarakat adalah mencegah penyakit bawaan
air.
Air sangat
penting bagi kehidupan manusia. manusia akan lebih cepat meninggal karena
kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan
terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Air
di dalam tubuh manusia berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan. Air
terdapat di seluruh badan, di tulang terdapat air sebanyak 22% berat tulang, di
darah dan ginjal terdapat 83%. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat dari
jumlah air yang terdapat di dalam organ, seperti 80% dari darah terdiri atas
air, 25% dari tulang, 75% dari urat syaraf, 80% dari ginjal, 70% dari hati, dan
75% dari otot adalah air. Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat
mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minimal 1,5 – 2
liter per hari. Kekurangan air ini menyebabkan banyaknya didapat batu ginjal
dan kandung kemih daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya
kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh.
Water
borne disease adalah penyakit yang ditularkan melalui
air. Penyakit ini dapat ditularkan melalui air minum, dimana air yang diminum
mengandung kuman penyakit atau bahan kimia yang beracun. Penyakit yang
ditularkan antara lain kolera, disentri, tifoid, hepatitis infeksiosa (oleh air
yang mengandung kuman), dan gastro enteritris.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis buat untuk menyusun makalah ini adalah :
1.
Apa itu Water
Borne Disease?
2.
Apa saja
penyakit yang tergolong Water Borne Disease?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Water Borne Disease
Water
borne disease penyakit yang ditransmisikan bila
organisme penyebab penyakitnya (patogen) yang berada di dalam air terminum oleh
orang atau hewan sehingga menimbulkan infeksi. Water borne disease ini dalam kenyataannya dapat disebarkan tidak
hanya lewat air, tetapi juga melewati setiap sarana yang memungkinkan bahan
tinja untuk memasukimulut (jalur fekal-oral), misalnya lewat makanan yang
terkontaminasi.
B.
Penyakit
yang Tergolong Water Borne Disease
Tabel
1. Macam-macam Water Borne Disease menurut
Agen Penyebab
Agen
|
Penyakit
|
Virus
|
Hepatitis virus,
poliomielitis
|
Bakteri
|
Kolera, disentri,
tifus, diare
|
Protozoa
|
Amubiasis, giardiasis
|
Helmintik
|
Askariasis, penyakit
cacing cambuk, penyakit hidatid
|
Leptospira
|
Penyakit Weil
|
1.
Tifus
Penyakit tifus merupakan penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit ini
disebabkan oleh kurang memelihara kebersihan lingkungan dan mengkonsumsi
makanan yang tidak higienis.
Penyakit tifus menular melalui air dan
makanan yang tercemar oleh air seni dan tinja penderita penyakit ini. Penyakit
tifus dapat juga ditularkan oleh kotoran yang dibawa oleh lalat dan kecoa, yang
menempel di tempat - tempat
yang dihinggapinya. Penularan kuman terjadi melalui mulut, masuk ke dalam
lambung, menuju kelenjar limfoid usus kecil, kemudian masuk ke dalam peredaran
darah.
Pada umumnya, mereka yang terinfeksi
penyakit ini akan mengalami keluhan dan gejala seperti demam tinggi, sakit
kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau sembelit
(sulit buang air besar). Suhu tubuh meningkat terutama pada sore dan malam
hari.
Pencegahan penyakit tifus dapat
dilakukan dengan membiasakan melindungi makanan dari hewan pembawa penyakit,
seperti lalat, kecoa, dan tikus; mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
dan sebelum makan; serta menghindari membeli jajanan di tempat-tempat yang
kurang bersih.
Grafik
1. Data Penyakit Tifus di Aceh
Tahun 2009
Sumber:
Surveilens Terpadu penyakit Berbasis Puskesmas,
Dinas
Kesehatan Provinsi Aceh
Dari grafik di atas, yang menderita
tifus pada tahun 2009 sebanyak 572 orang, yaitu laki-laki sebanyak 308 orang
atau sebesar 54%, dan perempuan sebanyak 264 orang atau sebesar 46%.
Surveilans Departemen Kesehatan RI,
frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan
tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insidens demam
tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk,
sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk.
2.
Kolera
Kolera
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Vibrio Cholerae yang menyerang usus kecil. Bakteri ini biasanya
masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang terkontaminasi akibat sanitasi yang
buruk.
Di
dalam tubuh manusia, bakteri Vibrio
cholerae akan menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan
sejumlah besar cairan garam dan mineral dari dalam tubuh. Bakteri ini amat
sensitif terhadap asam lambung, sehingga penderita yang kekurangan asam lambung
cenderung menderita penyakit ini.
Penderita
kolera akan mengalami gejala mulai dari diare hebat, keram perut, mual, muntah,
hingga dehidrasi. Kolera dapat menyebar luas dengan sangat cepat, terutama di
lingkungan yang tidak bersih.
Penyakit
ini memiliki tingkat kematian yang tinggi. Pada kasus wabah kolera di Provinsi
Papua bulan Juni 2006 lalu, tercatat 5.108 kasus kolera dengan 170 kematian.
Oleh karena itu, penderita yang mengalami gejala-gejala seperti yang telah
disebutkan di atas sebaiknya segera diberikan pertolongan dengan
mengantarkannya ke rumah sakit atau puskesmas agar untuk diberi cairan infus.
Obat infus harus diberikan selekas mungkin. Semakin cepat cairan infus
diberikan, semakin baik.
Sebagai
pertolongan pertama, penderita kolera harus diberi air minum dalam jumlah yang
cukup banyak, karena kematian pada kolera lebih disebabkan kekurangan cairan,
bukan keganasan bakteri kolera.
Jagalah
kebersihan rumah yang ada penderita kolera. Dalam kondisi itu usahakanlah untuk
selalu menggunakan sendok saat menyantap makanan dan lebih sering mencuci
tangan dengan sabun. Muntahan dan tinja penderita kolera merupakan sumber
bakteri kolera. Oleh karena itu, kamar mandi dan kamar kecil sebaiknya
dibersihkan dengan menggunakan larutan antiseptik pembasmi bakteri.
Grafik
2. Data Penyakit Kolera di Aceh 2009
Sumber:
Surveilens Terpadu penyakit Berbasis Puskesmas,
Dinas
Kesehatan Provinsi Aceh
Dari
grafik di atas, yang menderita kolera pada tahun 2009 sebanyak 7 orang, yaitu
laki-laki sebanyak 5 orang (71%) dan perempuan sebanyak 2 orang (29%).
Dari
Ditjen PP-PL, Depkes RI, profil PP-PL 2006 penyakit kolera di Indonesia
terdapat 78 kasus.
3.
Disentri
Penyakit
disentri merupakan peradangan pada usus besar. Gejala penyakit ini ditandai
dengan sakit perut dan buang air besar encer secara terus menerus (diare) yang
bercampur dengan lendir, nanah, dan darah.
Berdasarkan
penyebabnya, disentri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu disentri amuba dan
disentri basiler. Disentri amuba disebabkan oleh infeksi parasit Entamoeba
histolytica dan disentri basiler disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella.
Bakteri
tersebut dapat tersebar dan menular melalui makanan dan air yang sudah
terkontaminasi kotoran dan bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat merupakan
serangga yang hidup di tempat yang kotor dan bau, sehingga bakteri dengan mudah
menempel di tubuhnya dan menyebar di setiap tempat yang dihinggapi.
Bakteri
masuk ke dalam organ pencernaan mengakibatkan pembengkakan hingga menimbulkan
luka dan peradangan pada dinding usus besar. Inilah yang menyebabkan kotoran
penderita seringkali tercampur nanah dan darah. Gejala yang akan dialami
penderita disentri biasanya berupa mencret dan perut mulas, bahkan seringkali
penderita merasakan perih di anus akibat terlalu sering buang air.
Serupa
dengan penanganan penyakit gangguan pencernaan lainnya, penderita harus segera
mendapat asupan cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dalam keadaan
darurat, dehidrasi ringan dapat di atasi dengan pemberian oralit. Jika cairan
yang hilang tidak segera tergantikan, dapat menyebabkan kematian pada
penderita.
Langkah
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyakit disentri adalah
dengan memperhatikan pola hidup sehat dan bersih; menjaga kebersihan makanan
dan minuman dari kontaminasi kotoran dan serangga pembawa bakteri; dan
membiasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum makan.
Grafik
3. Data Penyakit Diare di Aceh
Tahun 2009
Sumber:
Surveilens Terpadu penyakit Berbasis Puskesmas,
Dinas
Kesehatan Provinsi Aceh
Dari grafik di atas, yang menderita
diare pada tahun 2009, sebanyak 20.415 orang, yaitu laki-laki sebanyak 10.048
orang (49%) dan perempuan sebanyak 10.367 orang (51%).
Tabel
2. Penyakit Diare
menurut Jumlah Kasus, Meninggal dan CFR Tahun 2002-2006 di Indonesia
Tahun
|
Jumlah Kasus
|
Meninggal
|
CFR (%)
|
2002
|
5.789
|
94
|
1,62
|
2003
|
4.622
|
128
|
2,77
|
2004
|
3.314
|
53
|
1,60
|
2005
|
5.051
|
127
|
2,51
|
2006
|
10.980
|
277
|
2,52
|
Sumber:
Ditjen PP-PL, Departemen Kesehatan RI, Profil PP-PL 2006
Dari tabel di atas, tingkat kematian
pada penyakit diare pada tahun 2006 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2006, Case Fatality Rate (CFR) akibat diare sebesar
2,52% dengan 277 orang meninggal dari 10.980 kasus. Angka ini jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan tahun 2005, yaitu 2,51% dengan 127 orang meninggal
dari 5.051 kasus.
4.
Hepatitis
E
Virus
hepatitis E (HEV) memiliki diameter partikel 32-34 nm, dan sangat labil.
Berdasarkan sifat fisika-kimiawinya, virus ini diduga termasuk golongan virus
calici.
Gejalanya
meliputi rasa lemas, tidak enak badan, hilangnya nafsu makan, sakit perut,
sakit pada persendian, dan demam. Dosis infektif belum diketahui.
Masa
inkubasi untuk hepatitis E bervariasi antara 2-9 minggu. Penyakit ini biasanya
ringan dan sembuh dalam 2 minggu. Tingkat kematian 0,1 – 1%, kecuali pada
wanita hamil dimana tingkat kematian mendekati 20%.
Hepatitis
E ternyata menjadi beberapa wabah (epidemi) hepatitis di Asia, Afrika, Amerika
latin. Hepatitis E ditularkan melalui kontaminasi air sumur yang dapat
menyebabkan sakit yang mendadak yang tidak terlalu berat kecuali pada ibu hamil dimana mortalitasnya
cukup tinggi.
Beberapa
virus lain dapat menyebabkan hepatitis walaupun jenis virus tersebut lebih
dikaitkan dengan penyakit lain. Misalnya, Mononucleosisn infeksiosa, Herpes
simplex. Pada beberapa kasus hepatitis penyebabnya tidak dapat dideteksi.
Penyakit
ini dapat dicegah dengan penanganan makanan secara higienis dan pemanasan yang
merata (di atas 80ºC).
Grafik
4. Data Penyakit Hepatitis di Aceh
Tahun 2009
Sumber:
Surveilens Terpadu penyakit Berbasis Puskesmas,
Dinas
Kesehatan Provinsi Aceh
Dari
grafik di atas, yang menderita hepatitis pada tahun 2009, sebanyak 180 orang,
yaitu laki-laki sebanyak 97 orang (54%) dan perempuan sebanyak 83 orang (46%).
Menurut
laporan Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2006, jumlah klinis yang dirawat
jalan di rumah sakit se-Indonesia sebanyak 2.676 kasus. Yang dirawat inap di
rumah sakit sebanyak 1.671 kasus dengan kematian pada 5 kasus dan yang dirawat
di puskesmas 12.413 kasus.
5.
Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit akibat
bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia
atau sebaliknya (zoonosis). Penyakit Leptospirosis ini pertama kali dilaporkan
pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa
gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Leptospirosis
merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease)
Urin (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan
sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan.
Leptospirosis
terjadi di seluruh dunia,baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah
tropis maupun subtropis . Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang
bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit,
dokter hewan, dan personel militer . Selain itu, Leptospirosis juga beresiko
terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi. Di daerah endemis,
puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan
banjir.
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada
kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti
banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak
timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira
berkembang biak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh
manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan
hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya
reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda,
babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia
tidak sebesar tikus.
Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai
2,5-16,45 persen. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di
beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3–54% tergantung sistem
organ yang terinfeksi.
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 – 26 hari. Infeksi
Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa
gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Perjalanan penyakit
Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3
hari kondisi penderita membaik. Selain itu ada Sindrom Weil yang merupakan bentuk infeksi Leptospirosis
yang berat.
Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah,
nyeri otot, merah, muntah dan mata merah. Aneka gejala ini bisa meniru gejala
penyakit lain seperti selesma, jadi menyulitkan diagnosa. Malah ada penderita
yang tidak mendapat semua gejala itu. Ada penderita Leptospirosis
yang lebih lanjut mendapat penyakit parah, termasuk penyakit Weil yakni
kegagalan ginjal, sakit kuning (menguningnya kulit yang menandakan penyakit
hati) dan perdarahan masuk ke kulit dan selaput lendir. Pembengkakan selaput
otak atau Meningitis dan perdarahan di paru-paru pun dapat terjadi. Kebanyakan
penderita yang sakit parah memerlukan rawat inap dan Leptospirosis yang parah
malah ada kalanya merenggut nyawa.
·
Tutupilah luka dan lecet dengan
balut kedap air.
·
Pakailah pakaian pelindung
misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata, jubah kain dan sepatu bila
menangani binatang yang mungkin terkena, terutama jika ada kemungkinan
menyentuh air seninya.
·
Pakailah sarung tangan jika
menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di dalam maupun digugurkan atau
dagingnya.
·
Mandilah sesudah bekerja dan
cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa pun yang mungkin terkena.
·
Jangan makan atau merokok sambil
menangani binatang yang mungkin terkena. Cuci dan keringkan tangan sebelum
makan atau merokok.
·
Ikutilah anjuran dokter hewan
kalau memberi vaksin kepada hewan.
Untuk yang lain:
·
Hindarkanlah berenang di dalam air
yang mungkin dicemari dengan air seni binatang.
·
Tutupilah luka dan lecet dengan
balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan tanah, lumpur atau air yang
mungkin dicemari air kencing binatang.
·
Pakailah sepatu bila keluar
terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.
·
Pakailah sarung tangan bila
berkebun.
·
Halaulah binatang pengerikit
dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah dan makanan dari perumahan.
·
Jangan memberi anjing jeroan
mentah.
·
Cucilah tangan dengan sabun karena
kuman Leptospira cepat mati oleh sabun, pembasmi kuman dan jika tangannya
kering.
6.
Poliomielitis
Poliomyelitis
(polio) adalah penyakit virus yang sangat
menular, yang terutama mempengaruhi anak-ana. Virus ini ditularkan melalui
makanan dan air yang terkontaminasi, dan berkembang dalam usus, ia dapat
menyerang sistem saraf. Banyak orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala,
tetapi mengeluarkan virus dalam kotoran mereka, maka penularan kepada orang
lain.
Gejala awal polio termasuk demam,
kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher, dan nyeri pada tungkai.
Dalam sebagian kecil kasus, penyakit ini menyebabkan kelumpuhan, yang sering
permanen. Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi.
Poliomyelitis, atau polio, adalah
penyakit yang melumpuhkan, yang disebabkan oleh salah satu dari tiga virus yang
berhubungan, jenis virus polio 1, 2 atau 3. Satu-satunya cara untuk menyebarkan
virus polio adalah melalui rute fekal / oral. Virus memasuki tubuh melalui mulut
ketika orang makan makanan atau minum air yang terkontaminasi dengan kotoran.
Virus ini kemudian berkembang biak di usus, memasuki aliran darah, dan dapat
menyerang beberapa jenis sel saraf, yang dapat merusak atau menghancurkan.
Polioviruses sangat mudah menyebar di daerah-daerah dengan kebersihan yang
buruk.
Polio menular melalui kontak
orang-ke-orang. Bila seorang anak terinfeksi virus polio liar, virus memasuki
tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Hal ini kemudian
ditumpahkan ke lingkungan melalui tinja mana ia dapat menyebar dengan cepat
melalui masyarakat, terutama dalam situasi kebersihan yang buruk dan sanitasi.
Jika jumlah yang memadai anak-anak diimunisasi lengkap polio, virus tidak dapat
menemukan anak-anak rentan terhadap menginfeksi, dan mati keluar.
Anak-anak kecil yang belum terlatih
toilet merupakan sumber penularan siap, terlepas dari lingkungan mereka. Polio
dapat menyebar ketika makanan atau minuman terkontaminasi oleh kotoran. Ada
juga bukti bahwa lalat secara pasif dapat mentransfer virus polio dari feses ke
makanan.
Kebanyakan orang terinfeksi virus polio
tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak pernah sadar mereka telah
terinfeksi. Orang-orang ini tanpa gejala membawa virus dalam usus mereka dan
bisa "diam-diam" menyebarkan infeksi ke ribuan orang lain sebelum
kasus kelumpuhan polio pertama muncul.
Poliomyelitis disebabkan oleh infeksi
dengan anggota dari genus Enterovirus dikenal sebagai virus polio (PV).
Kelompok ini virus RNA menjajah saluran pencernaan [1] - khususnya orofaring
dan usus. Tiga serotipe dari virus polio telah diidentifikasi-virus polio tipe
1 (PV1), tipe 2 (PV2), dan tipe 3 (PV3)-masing-masing dengan kapsid protein
yang berbeda sedikit. Ketiga sangat virulen dan menghasilkan gejala-gejala penyakit
yang sama . PV1 adalah bentuk yang paling biasa ditemui, dan yang paling dekat
hubungannya dengan kelumpuhan.
Virus polio terdiri atas 3 tipe
(strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan tipe 3 (Leon). Tipe 1
seperti yang ditemukan di Sukabumi adalah yang paling ganas (paralitogenik) dan
sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe 2 paling
jinak.
Virus polio (poliomyelitis) sangat
menular dan tak bisa disembuhkan. Virus ini menyerang seluruh tubuh (termasuk
otot dan sistem saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya
permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar 10-15
persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang diserang adalah
otot pernapasannya. Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak
di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan
disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Penularan virus terjadi secara langsung
melalui beberapa cara, yaitu:
a.
Fekal-oral
(dari tinja ke mulut)
Maksudnya, melalui
minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja
penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat.
b.
Oral-oral
(dari mulut ke mulut)
Yaitu melalui percikan
ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya.
Tidak ada obat untuk polio, hanya
pengobatan untuk mengurangi gejala. Panas dan terapi fisik yang digunakan untuk
merangsang otot dan obat-obatan antispasmodic diberikan untuk mengendurkan
otot-otot. Meskipun hal ini dapat meningkatkan mobilitas, tidak dapat membalikkan
polio kelumpuhan permanen.
Polio dapat dicegah melalui imunisasi.
Vaksin Polio, diberikan beberapa kali, hampir selalu melindungi anak seumur
hidup. Ada dua jenis vaksin polio yang
digunakan: vaksin polio oral (OPV) dan vaksin polio tidak aktif (IPV).
Keuntungan dari OPV dibandingkan dengan IPV adalah kemudahan administrasi
(tidak perlu pekerja kesehatan terlatih) dan biaya yang lebih rendah.
Keuntungan dari IPV adalah bahwa hal itu bukan "hidup" vaksin (yakni
tidak aktif) dan dengan demikian tidak membawa risiko kelumpuhan vaksin
terkait. Berbeda vaksin OPV (trivalen, bivalen dan monovalen) yang tersedia,
untuk melindungi satu atau lebih jenis virus. Pilihan vaksin tergantung
terutama pada prevalensi dari tiga jenis virus yang beredar dalam populasi
target. IPV melindungi terhadap tipe 1, 2 dan 3.
·
Cara pencegahan
a.
Eradikasi
Polio
Pemerintah mencanangkan
Indonesia bebas polio dengan memberikan imunisasi kepada seluruh balita di
Indonesia.
b.
PIN
(Pekan Imunisasi Nasional)
Imunisasi polio yang
harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak lahir
sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5
tahun; 5 tahun; dan usia 15 tahun. Upaya imunisasi yang berulang ini tentu
takkan menimbulkan dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang
efisien dan efektif dalam pencegahan penyakit polio.
c.
Survailance
Acute Flaccid Paralysis
Yaitu mencari penderita
yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa
tinjanya untuk memastikan apakah karena polio atau bukan. Berbagai kasus yang
diduga infeksi polio harus benar-benar diperiksa di laboratorium karena bisa
saja kelumpuhan yang terjadi bukan karena polio.
d.
Mopping
Up
Artinya tindakan
vaksinasi massal terhadap anak usia di bawah 5 tahun di daerah ditemukannya
penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Tampaknya di era globalisasi dimana mobilitas penduduk antarnegara sangat tinggi dan cepat, muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan vaksinasi polio tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi risiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan ini. Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan polio. Namun, sebenarnya orang tua tak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh vaksinasi polio lengkap.
Tampaknya di era globalisasi dimana mobilitas penduduk antarnegara sangat tinggi dan cepat, muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan vaksinasi polio tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi risiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan ini. Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan polio. Namun, sebenarnya orang tua tak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh vaksinasi polio lengkap.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Water
borne disease adalah salah satu penyakit yang ditularkan melalui air. Penyakit
yang ditularkan melalui air minum, dimana air yang diminum mengandung kuman
penyakit atau bahan kimia yang beracun. Penyakit yang ditularkan antara lain
penyakit Kholera, Dysentri, Thypoid, Hepatitis infectiosa (oleh air yang
mengandung kuman) dan penyakit Gastro enteritris.
2. Pencegahan
penyakit tifus dapat dilakukan dengan membiasakan melindungi makanan dari hewan
pembawa penyakit seperti lalat, kecoa, dan tikus; mencuci tangan dengan sabun
setelah buang air besar dan sebelum makan; serta menghindari membeli jajanan di
tempat-tempat yang kurang bersih.
3. Jagalah
kebersihan rumah yang ada penderita kolera. Dalam kondisi itu usahakan untuk
selalu menggunakan sendok saat menyantap makanan dan lebih sering mencuci
tangan dengan sabun. Muntahan dan tinja penderita kolera merupakan sumber
bakteri kolera. Oleh karena itu kamar mandi dan kamar kecil sebaiknya
dibersihkan dengan menggunakan larutan antiseptik pembasmi bakteri.
4. Langkah
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyakit disentri adalah
dengan memperhatikan pola hidup sehat dan bersih; menjaga kebersihan makanan
dan minuman dari kontaminasi kotoran dan serangga pembawa bakteri; dan
membiasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum makan.
5. Penyakit
Hepatitis E dapat dicegah dengan penanganan makanan secara higienis dan
pemanasan yang merata (di atas 80ºC).
6. Leptospirosis
dapat dicegah dengan melindungi diri dari kontak dengan lingkungan/benda/air
yang tercemar dengan urin binatang. Polio dapat dicegah dengan pemberian
vaksin.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.environmentalsanitation.wordpress.com/category/penyebaran-penyakit-melalui-tinja/
Marsono.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Sumur
Gali
di Pemukiman. Program Pascasarjana Undip. Semarang: 2009
http://www.drhyudi.blogspot.com/2009/06/water-borne-disease.html
Chandra,
B. Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:
2009
Leimena,
J. Public Health in Indonesia. 1956
Kandun,
IN. Manual Pemberantasan Penyakit. 2000
Hadi.
Water Borne Disease. 2011
Profil
PP-PL. Ditjen PP-PL, Departemen Kesehatan RI. 2006
Water
Borne Disease, Leptospirosis. http://obatpropolis.com/tag/water-borne-disease
Pallansch
M and Roos R. 2007. Polioviruses, Coxsackieviruses, Echoviruses, and Newer
Enteroviruses. In: Knipe, DM and Howley, PM (eds). Fields Virology, 5th
Edition. Lippincott Williams & Wilkins
0 Response to "Makalah Water Borne Disease"
Post a Comment