Teknik Penulisan Berita



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berita adalah segala laproan mengenai peristiwa, kejadian, gagasan, fakta yang menarik perhatian dan penting untuk disampaikan atau dimuat dalam media massa agar diketahui atau menjadi kesadaran umum. Di dalam menyampaikan sebuah berita, harus jelas serta mudah untuk dipahami oleh para penikmat berita.
Dalam pengemasannya berita dapat dimuat ke dalam bebeapa media misalnya media visual, audio, audio-visual dan juga cetak. Pada kesempatan ini media cetak koranlah yang sepertinya membutuhkan teknik tertentu dalam mengemasnya, supaya berita yang disajikan dapat dengan nikmat dibaca dan dipahami oleh orang.
Berita yang disajikan dalam bentuk tulisan haruslah menggunakan gaya penulisan yang singkat tanpa mengurangi keabsahan dari nilai berita itu sendiri. Mengapa harus demikian, itu dikarenakan tedapat selain media cetak terdapat media yang bisa menampilkan berita dalam bentuk suara dan gambar (TV) sehingga lebih memudahkan para penikmat berita dalam memperbaharui infomasinya mengenai hal-hal tetentu. Dari situlah penting kiranya jika penulis mengungkapkan mengenai teknik penulisan berita dalam makalah ini, supaya nantinya dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan atau referensi bagi seorang wartawan pemula di dalam menulis berita dengan hasil beita yang baik, mudah dipahami dan juga berbobot, sehingga bisa menarik minat pembaca.
B.     Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, kiranya penulis dapat menarik beberapa permasalahan yang diantaranya :
1.      Seperti apa sejarah berita?
2.      Apa pengertian dari berita? 
3.      Bagaimana cara menghasilkan berita yang baik, mudah dipahami dan tidak membuat bingung para pembaca berita serta hal apa saja yang perlu dipehatikan dalam menulis sebuah berita?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Tentang Adanya Berita
Dalam masyarakat ada sebagian pihak yang bertanya apakah memang ada bahasa jurnalistik itu? Untuk apa bahasa jurnalistik? Biasanya, mereka yang bertanya seperti itu tergolong yang punya kepedulian terhadap seluk beluk berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Selebihnya, masyarakat pada umumnya mengabaikan perbedaan antara bahasa jurnalistik dengan bahasa pasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia pada era konvergensi media massa ini, tidak mungkin melakukan pengembangan diri dan masyarakat tanpa mengakses berita, fakta, ilustrasi, gagasan, dan informasi dari berbagai media komunikasi massa baik secara tradisional maupun media massa kontemporer  (Santana K., 2005: 152).
Bermula dari abad ke-19 setelah manusia melakukan revolusi industri, mereka menyempurnakan berbagai teknologi untuk membantu kehidupan mereka. Antara pabrik dengan pertanian pun disambungkan. Manusia tidak lagi hanya melakukan komunikasi antarpribadi dan kelompok. Teknologi komunikasi mempertemukan manusia melalui industri telepon, surat kabar, majalah, fotografi, radio, film, televisi, komputer dan satelit serta internet. Manusia kini berada dalam abad informasi.
Bagaimana media massa mentransmisikan informasi dan edukasi? Bagaimana media massa menjalankan fungsinya sebagai pelaku kontrol sosial, pewaris nilai kebudayaan, penafsir berita dan penyedia hiburan? Bahkan Marshall McLuhan mengkosmologikan era global village, kampung global. Media membuat jutaan orang bisa “melihat dunia” secara langsung dan serentak.
Semua itu ditumbuhkan oleh para pekerja media. Pekerjaan mereka, yang kian jadi profesi, menciptakan pesan yang kian efektif. Dari suara elektronis yang semakin human, sampai halaman cetak dan huruf-huruf billboard elektronis, semuanya mengakumulasi. Ini hasil trial and error pekerja dan akdemisi ketika mengembangkan proses komunikasi massa. Mereka meneliti unsur-unsur pesan, individu pengirim, khalayak dan berbagai efek komunikasi massa.
Pekerja media menata pesan massal dengan memanfaatkan ruang dan waktu teknologi media. Suara-suara elektronis “human” memproses terpaan sampai ke bunyi mendesis dalam satuan waktu siaran. Kata-kata cetak disusun hingga mengajak keaktifan masyarakat ke ruang-ruang imaji sosial. Sistematika pesan dikalkulasi sampai ke rincian efek “titik dan koma”, bukan hanya semata-mata gramatika bahasa. Pesan ditata supaya memiliki daya pikat selera massa di berbagai ruang pengalaman dan referensi sosial.
Pers (baca: pekerja media) menjadi sebuah proses mediasi antara masyarakat dengan “dunia”. Pers diproses oleh jurnalisme untuk memiliki daya persuasi. Jurnalisme memrosesnya melalui tata cara mencari dan menyebarkan informasi. Jurnalisme selalu mengembangkan teknik prliputan dan pendistribusian pesan yang sesuai dengan kultur masyarakat. Pada proses pengembangannya, perancangan informasi mendorong kelahiran fenomena bahasa pers.
Bahasa pers menjadi satu alat. Bahasa, di dalam kehidupan jurnalistik, tidak lagi sekadar sarana penghantar  pesan melainkan menjadi daya dorong lain. Dalam perkembangannya, memengaruhi kegiatan pers sampai ke tingkat pengepingan realitas peristiwa berita. Tata nilai dan norma bahasa jurnalistik menjadi kelembagaan bahasa yang unik, dan bila dipolakan, menginduksi wacana masyarakat ketika menempatkan perspektif atas realitas.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Departemen Pendidikan Nasional, (Balai Pustaka Jakarta, 2005), dalam Petunjuk Pemakaian Kamus halaman xxv antara lain menyatakan ragam menurut pokok pembicaraan. Di situ diuraikan bahwa ada empat macam ragam yakni ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra. Jadi memang ada bahasa jurnalistik sebagai salah satu ragam Bahasa Indonesia berdasarkan pokok pembicaraanya seperti bahasa ilmiah dan bahasa sastra.
Bahasa jurnalistik sebagai salah satu variasi Bahasa Indonesia tampak jelas kegunaanya bagi masyarakat yang mendengarkan informasi dari radio setiap hari, membaca berita koran, tabloid dan majalah setiap jam, menyaksikan tayangan televisi yang melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan bumi. Semua berita dan laporan itu disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh khalayak, mereka seolah-olah diajak untuk menyaksikan berbagai peristiwa secara langsung. Dengan demikian bahasa jurnalistik itu menjadi bagian tak terpisahkan dalam karya jurnalistik.
Sebelum lebih jauh masuk pada pengertian bahasa jurnalistik, perlu dijelaskan terlebih dahulu hakekat dari jurnalistik, karena selama ini beredar pendapat di tengah masyarakat bahwa jurnalistik adalah konsep penulisan berita semata. Pendapat ini tentu saja keliru. Sebab, seperti disebut Richard Weiner, jurnalistik adalah keseluruhan proses pengumpulan fakta, penulisan, penyuntingan dan penyiaran berita (Weiner 1990:247).
Pendapat keliru itu jika ditelusuri secara historis bukanlah tanpa dasar, karena pada sejarah awal lahirnya jurnalistik  bermula pada masa Kekaisaran Romawi Kuno ketika Julius Caesar (100-44 SM) berkuasa. Dia memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada papan pengumuman yang disebut “Acta Diurna”. Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “diurnal” dalam Bahasa Latin berarti harian atau setiap hari. (Onong U. Effendy, 1996: 124). Sejak saat itu dikenal para diurnarii yang bekerja membuat catatan-catatan hasil rapat dari papan Acta Diurna itu setiap hari untuk para tuan tanah dan para hartawan. Jadi di masa Romawi Kuno pada sejarah lahirnya  jurnalistik merupakan kegiatan menyiarkan berita yang bersifat informatif semata-mata.
Kagiatan penyebaran informasi melalui tulis menulis semakin meluas pada masa peradaban Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama Phapyrus. Setelah itu penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Gutternberg.
Surat kabar cetak pertama terbit dan beredar di Cina dengan nama “King Pau” sejak tahun 911 M dan pada tahun 1351 M Kaisar Quang Soo telah mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali. Sedangkan pelopor surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di Venesia, Negara Italia pada tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang penukar uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat kabar ini dicetak.
Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris pada tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “newspaper”. Istilah inilah yang dipergunakan oleh semua orang sampai sekarang.
Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah journalism dan saat itu telah terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris (Brend D Ruben, 1992: 22).
Pada abad ke-17 John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence). Perjuangan John Milton kemudian diikuti oleh John Erskine pada abad ke-18 dengan karyanya yang berjudul “The Right of Man”. Pada abad ke-18 ini pula lahir sistem pers liberal mengantikan sistem pers otoriter.
Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde pada tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun   1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 –  1911).
Sepanjang tahun 1960-an di Amerika Serikat muncul para perintis jurnalisme baru yang merasa bosan dengan tatakerja jurnalisme lama yang dianggap kaku dan membatasi gerak wartawan pada tehnik penulisan dan bentuk laporan berita. Mereka melakukan inovasi dalam penyajian dan peliputan berita yang lebih dalam dan menyeluruh. Pada era jurnalisme baru saat ini para wartawan dapat berfungsi menciptakan opini public dan meredam konflik yang terjadi di tengah masyarakat.

B.       Pengertian Berita
Berita adalah laporan peristiwa (fakta) atau pendapat (opini) yang aktual (terkini), menarik danpenting. Ada juga yang mengartikan berita sebagai informasi baru yang disajikan dalam pembacaan / penulisan yang jelas, aktual dan menarik. Sedangkan sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita diartikan sebagai cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.
Fakta adalah peristiwa yang benar-benar ada / terjadi, sedangkan opini adalah hal yang sifatnya pernyataan, belum terjadi dan belum tentu benar. Berdasarkan pengertian berita di atas, dapat disimpulkan syarat berita adalah sebagai berikut :
·         Merupakan fakta, berita haruslah berdasarkan kejadian atau peristiwa yang benar-benar nyata
·         Terkini, artinya jarak penyiaran berita dengan waktu kejadian tidak telalu jauh
·         Seimbang, artinya berita harus ditulis dan disampaikan dengan seimbang, tidak memihak kepada salah satu pihak.
·         Lengkap, berita haruslah memenuhi unsur-unsur berita sebagaimana akan kita bahas di bawah ini.
·         Menarik, artinya berita harus mampu menarik minat pembaca atau pendengarnya. Berita dapat dikatakan menarik bila bermanfaat bagi pembaca atau pendengarnya, berkaitan dengan tokoh terkenal, berkaitan dengan kejadian penting, humor, aneh, luar biasa atau bersifat konflik.
·         Sistematis, berita seharusnya disusun secara sistematis, urutannya jelas sehingga pembaca tidak kebingungan dalam menangkap isi berita.

C.    Unsur-unsur berita
Salah satu syarat berita adalah lengkap. Untuk dapat dikatakan lengkap, berita haruslah mampu menjawab pertanyaan 5W + 1 H sebagai berikut :
·         What : Apa yang terjadi ?
·         Who : Siapa yang terlibat ?
·         Why : Mengapa hal itu bisa terjadi ?
·         When : Kapan peristiwa  tersebut terjadi ?
·         Where : Dimanakah peristiwa tersebut terjadi ?
·         How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?
Dalam menyusun berita selain memperhatikan unsur-unsur berita tersebut di atas, kita perlu juga memperhatikan beberapa hal berikut ini :
·         Gunakan struktur dan tata bahasa yang benar
·         gunakan pemilihan kata yang tepat
·         gunakan penalaran yang logis
·         tidak menggunakan kata-kata yang ambigu

D.      Teknik Penulisan Berita
Menulis adalah pekerjaan seni. Pelukis terkenal Sudjojono pernah ditanya seseorang, “Bagaimana Anda melukis?” Sudjojono malah balik bertanya, “Apakah saudara punya buku panduan naik sepeda?” Begitulah. Menulis berita pun tak jauh beda dengan pekerjaan melukis.
Namun, karena berita menyajikan fakta-fakta, ada kaidah-kaidah tertentu yang tak boleh ditinggalkan seorang wartawan. Ada begitu banyak buku panduan dan teknik menulis berita yang sudah diterbitkan yang ditulis wartawan senior, meski pokok-pokoknya mengacu pada satu hal. Jika pun makalah ini ditulis, hanya sedikit pokok-pokok yang bisa dijelaskan, karena menulis berita tidak mungkin diuraikan secara sistematis.
Berbeda dengan majalah yang sifat beritanya lebih analisis, berita keras tidak boleh beropini. Sehingga tulisan hanya menyajikan fakta-fakta. Dan waktu juga menjadi perhatian lainnya. Berita majalah berbentuk feature berita sehingga sifanya tidak tergantung waktu. Sedangkan koran yang terbit harian sifat beritanya pun terbatas oleh waktu. Esok harinya, sudah ada berita baru sebagai perkembangan berita sebelumnya. Apalagi media dotcom yang melaporkan perkembangan dari jam ke jam bahkan dari menit ke menit. Di sini hanya akan dibatasi menulis berita keras.
1.      Judul
Judul berita sebisa mungkin dibuat dengan kalimat pendek, tapi bisa menggambarkan isi berita secara keseluruhan. Pemberian judul ini menjadi penentu apakah pembaca akan tertarik membaca berita yang ditulis atau tidak.
Menggunakan kalimat aktif agar daya dorongnya lebih kuat. Seorang penulis novel terkenal, Stephen King, pernah mencemooh penulis yang menggunakan kalimat aktif. “Kalimat pasif itu aman,” kata King. Mungkin benar, tapi memberi judul berita bukan soal aman atau tidak aman. Judul aktif akan lebih menggugah. Bandingkan misalnya judul “Suami Istri Ditabrak Truk di Jalan Tol” dengan “Truk Tronton Tabrak Suami Istri di Jalan Tol”. Judul kedua, rasanya, lebih hidup dan kuat. Namun pemberian judul aktif tidak baku. Ada judul berita yang lebih kuat dengan kalimat pasif. Biasanya si subyek berita termasuk orang terkenal. Misalnya judul “Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara.”
Persoalan judul menjadi menarik seiring munculnya media berita internet. Memberi judul untuk koran yang waktunya sehari tidak akan memancing pembaca jika mengikuti peristiwa yang terjadi, karena peristiwa itu sudah basi dan ditulis habis di media dotcom. Memberi judul untuk koran sebaiknya memikirkan dampak ke depan. Misalnya, judul “Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara.”
Bagi koran yang terbit esok pagi, misalnya, judul ini basi karena media dotcom dan radio (juga) televisi, sudah memberitakannya begitu vonis dijatuhkan. Untuk mengetahui dampak ke depan setelah vonis dijatuhkan, wartawan yang meliput harus kerja lebih keras. Misalnya dengan bertanya ke sumber-sumber dan Syahril sendiri soal dampak dari vonis itu.
Pembaca, tentu saja ingin tahu perkembangan berikutnya pada pagi hari setelah mendengar berita tersebut dari radio, televisi dan membaca internet malam sebelumnya. Namun, soal judul untuk koran dan media dotcom dengan cara seperti ini masih menjadi perdebatan. Karena judul “Syahril Sabirin Divonis…” masih kuat ketika ditulis esok harinya. Ini hanya soal kelengkapan saja. Jika dotcom dan media elektronik hanya membuat breaking news-nya saja, koran—karena mempunyai waktu tenggat lebih lama—bisa melengkapi dampak-dampak tersebut di tulisannya, meski memakai judul yang sama.

2.      Lead
Selain judul, lead bisa menjadi penentu seorang pembaca akan melanjutkan bacaannya atau tidak. Sehingga beberapa buku panduan menulis berita menyebut lebih dari 10 lead yang bisa dipakai dalam sebuah berita. Namun, hal yang tak boleh dilupakan dalam menulis lead adalah unsur 5W + 1H (Apa/What, Di mana/Where, Kapan/When, Mengapa/Why, Siapa/Who dan Bagaimana/How) . Pembaca yang sibuk, tentu tidak akan lama-lama membaca berita. Pembaca akan segera tahu apa berita yang ditulis wartawan hanya dengan membaca lead. Tentu saja, jika pembaca masih tertarik dengan berita itu, ia akan melanjutkan bacaannya sampai akhir. Dan tugas wartawan terus memancing pembaca agar membaca berita sampai tuntas.
Lead terkait dengan peg atau biasa disebut pelatuk berita. Seorang reporter ketika ditugaskan meliput peristiwa harus sudah tahu “pelatuk” apa yang akan dibuat sebelum menulis berita. Pelatuk berbeda dengan sudut berita. Ada satu contoh. Misalkan seorang reporter ditugaskan meliput banjir yang merendam ratusan rumah dan warga mengungsi. Yang disebut sudut berita adalah peristiwa banjir itu sendiri, sedangkan peg adalah warga yang mengungsi. Mana yang menarik dijadikan lead? Anda bisa memilih sendiri. Membuat lead soal mengungsi mungkin lebih menarik dibanding banjir itu sendiri. Karena ini menyangkut manusia yang secara langsung akan berhubungan dengan pembaca. Berita lebih menyentuh jika mengambil lead ini. Manusia, secara lahiriah, senang menggunjingkan manusia lain.

3.      Badan Berita
Penentuan lead ini juga membantu reporter menginventarisasi bahan-bahan berita. Sehingga penulisan berita menjadi terarah dan tidak keluar dari lead. Inilah yang disebut badan berita. Ada hukum lain selain soal unsur pada poin 1 tadi, yakni piramida terbalik. Semakin ke bawah, detail-detail berita semakin tidak penting. Sehingga ini akan membantu editor memotong berita jika space tidak cukup tanpa kehilangan pentingnya berita itu sendiri.
Untuk lebih mudahnya, susun berita yang berawal dari lead itu secara kronologis. Sehingga pembaca bisa mengikuti seolah-olah berita itu suatu cerita. Teknik ini juga akan membantu reporter memberikan premis penghubung antar paragraf. Hal ini penting, karena berita yang melompat-lompat, selain mengurangi kejelasan, juga mengurangi kenyamanan membaca.

4.      Bahasa
Bahasa menjadi elemen yang penting dalam berita. Bayangkan bahwa pembaca itu berasal dari beragam strata. Bahasa yang digunakan untuk berita hendaknya bahasa percakapan. Hilangkan kata bersayap, berkabut bahkan klise. Jika narasumber memberikan keterangan dengan kalimat-kalimat klise, seorang reporter yang baik akan menerjemahkan perkataan narasumber itu dengan kalimat-kalimat sederhana. Tentu saja kita tidak mengerti jargon-jargon yang seperti, “Disiplin Mencerminkan Kepribadian Bangsa” yang ditulis besar-besar pada spanduk. Siapa yang peduli bangsa? Berita yang bagus adalah berita yang dekat dengan pembaca.
Menulis lead yang bicara. Untuk mengujinya, bacalah lead atau berita tersebut keras-keras. Jika sebelum titik, nafas sudah habis, berarti berita yang dibuat tidak bicara, melelahkan dan tidak enak dibaca. Ada buku panduan yang menyebut satu paragraf dalam sebuah berita paling panjang dua-tiga kalimat yang memuat 20-30 kata. Untuk menyiasatinya cobalah menulis sambil diucapkan.
Berita yang bagus adalah berita yang seolah-olah bisa didengar. Prinsipnya sederhana, makin sederhana makin baik. Seringkali reporter terpancing menuliskan berita dengan peristiwa sebelumnya jika berita itu terus berlanjut, sehingga kalimat jadi panjang. Untuk menghindarinya, jangan memulai tulisan dengan anak kalimat atau keterangan. Agar jelas, segera tampilkan nilai beritanya.
Menghidari kata sifat. Menulis berita dengan kata sifat cenderung menggurui pembaca. Pakailah kata kerja. Menulis berita adalah menyusun fakta-fakta. Kata “memilukan”, misalnya, tidak lagi menggugah pembaca dibanding menampilkan fakta-fakta dengan kata kerja dan contoh-contoh. Tangis perempuan itu memilukan hati, misalnya. Pembaca tidak tahu seperti apa tangis yang memilukan hati itu. Menuliskan fakta-fakta yang dilakukan si perempuan saat menangis lebih bisa menggambarkan bagaimana perempuan itu menangis. Misalnya, rambutnya acak-acakan, suaranya melengking, mukanya memerah dan lain-lain. “Don’t Tell, But Show!”
Menuliskan angka-angka. Pembaca kadang tidak memerlukan detail angka-angka. Kasus korupsi seringkali melibatkan angka desimal. Jumlah Rp 904.775.500, lebih baik ditulis “lebih dari Rp 904 juta atau lebih dari Rp 900 juta”.

5.      Ekstrak
Jangan pernah menganggap pembaca sudah tahu berita yang ditulis. Dalam menulis berita seorang reporter harus menganggap pembaca belum tahu peristiwa itu, meski peristiwanya terus berlanjut dan sudah berlangsung lama. Tapi juga jangan menganggap enteng pembaca, sehingga timbul kesan menggurui. Menuliskan ekstrak peristiwa sebelumnya dalam berita dengan perkembangan terbaru menjadi penting.
Panduan ini tidak mutlak untuk menulis berita. Masih banyak hal yang belum dijelaskan dalam makalah ini. Hal paling baik bisa menulis berita yang enak dibaca adalah mencobanya. Jadi, selamat mencoba.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Sebagaimana dijelaskan pada landasan teori di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya di dalam teknik menulis berita seorang penulis haruslah mengetahui betul keadaan / kondisi pembaca pada masa sekarang ini, dengan begitu dia baru bisa menentukan berita yang seperti apa yang harus dimuat dan bagaimana cara menyuguhkannnya kepada para pembaca, sehingga bisa menghasilkan sebuah berita yang berkualitas dan layak jual.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga bisa memberikan manfaat kepada para pembaca dan sekaligus bisa digunakan sebagai referensi bagi pembaca di dalam menulis berita, khususnya mahasiswa fakultas dakwah dan komunikasi yang nota bene bergerak di dalam bidang jurnalistik. 
Penulis mengakui bahwasannya makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu, kami mengharap saran yang konstruktif dari para pembaca demi tersempurnakannya makalah ini.



Daftar Pustaka

Simbolon, Parakitri T., 1997. Vademekum Wartawan. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia
Hadad, Toriq dan Bambang Bujono (Ed)., 1997. Seandainya Saya Wartawan Tempo. Jakarta. Institut Studi Arus Informasi dan Yayasan Alumni Tempo
http://turungomah.blogspot.co.id/2013/10/makalah-teknik-penulisan-berita.html




0 Response to "Teknik Penulisan Berita"

Post a Comment